Sejarah Kerajaan Islam Sriwijaya yang Tertua diSumatera

Sejarah Kerajaan Islam Sriwijaya yang Tertua diSumatera
Kerajaan Sriwijaya | Foto : Warga Selatan 

Warga Selatan - Indonesia sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya dan sejarah, menyimpan jejak kerajaan-kerajaan kuno yang telah mengukir perjalanannya yang panjang. 

Sejarah Kerajaan Tertua diSumatera 


Menurut catatan sejarah, ada beberapa kerajaan di Indonesia yang merupakan yang tertua. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan yang ditemukan seperti prasasti dan candi. Mari simak Sejarah Kerajaan Islam Sriwijaya yang Tertua diSumatera yang sangat populer:

Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya ini adalah kerajaan maritim yang terbesar di Asia Tenggara di abad ke-7 sampai ke-13. Kerajaan sriwijaya ini berada di Palembang, Sumatera Selatan yang memiliki pengaruh yang luas diwilayah Indonesia, Malaysia, Singapura bahkan Thailand. 

Sriwijaya ini juga menjadi pusat perdagangan dan terkenal dengan kekuasaannya di laut diwilayah tersebut. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang pernah menjadi simbol kebesaran Sumatera di masa lalu. Kebesarannya konon mampu menandingi Kerajaan Majapahit di timur.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya diSumatera


Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim Buddha yang menguasai perdagangan di jalur utama Selat Malaka. Sriwijaya memiliki hubungan yang erat dengan Jawa, terutama karena hubungan para rajanya yang berasal dari Jawa.

Kemunculan Sriwijaya pada abad ke-6 Masehi sendiri masih menimbulkan sejumlah pertanyaan karena keberadaannya lebih lambat dibandingkan kota-kota di Asia Tenggara, mengingat perdagangan antara Romawi-India-Tiongkok telah berkembang pesat. Bahkan posisi Sriwijaya yang saat ini berada di pesisir Sumatera Timur adalah bagian dari jalur utama.

Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan India dan Tiongkok. Sriwijaya bahkan juga dikenal sebagai pusat untuk pembelajaran agama Buddha yang ada di Nusantara. 

Kerajaan ini cukup sering mengirimkan wakilnya ke Kekaisaran Tiongkok sebagai bentuk ketundukan dan jaminan keamanan. Sriwijaya juga diperkirakan telah banyak menguasai suatu wilayah bahkan sampai thailand Selatan, Semenanjung Malaya dan juga Madagaskar.

Letak Kerajaan Sriwijaya


Mengenai Letak Sriwijaya ini juga masih menjadi suatu perdebatan sampai saat ini. Pendapat yang cukup populer dikemukakan oleh G. Coedes di tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ini sedang berada di Palembang. 

Meskipun pendapat ini juga bermasalah karena sedikitnya penemuan arkeologi di Palembang. Sementara itu, J.L. Moens, merekonstruksi peta Asia Tenggara dengan menggunakan sebuah berita dicina dan juga arab dengan menyimpulkan bahwa Sriwijaya yang awalnya itu berpusat di Kedah, yang kemudian berpindah menuju ke Muara Takus. 

Bahkan Soekmono berpendapat lain menyampaikan jika Jambi ini memang menjadi lokasi yang tepat untuk Sriwijaya karena berada di teluk tetapi menghadap langsung ke laut lepas dan letaknya terlindung. Dengan banyak perdebatan hingga saat ini, Palembang dianggap sebagai pusat Sriwijaya. 

Jambi, Kedah, Chaiya (Thailand Selatan), bahkan Jawa pernah dinyatakan sebagai pusat Sriwijaya karena penemuan masing-masing peneliti. Beberapa ahli telah menyimpulkan bahwa Sriwijaya yang dianggap bersifat maritim memiliki kebiasaan memindahkan pusat kekuasaannya. 

Hal ini dimungkinkan, mengingat teori Mandala yang dikemukakan oleh Robert von Heine-Geldern yang menyatakan bahwa pusat kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara adalah raja itu sendiri dan pengaruhnya. Bukan kekuasaan teritorial, bukan pula ibu kota kerajaan seperti yang terjadi di Eropa, misalnya.

Pendiri Kerajaan


Berdirinya Sriwijaya juga menjadi bagian yang sulit dipecahkan oleh para peneliti karena dalam sumber-sumber yang ditemukan tidak terdapat struktur silsilah yang tersusun rapi antara raja-raja Sriwijaya. 

Prasasti Kedukan Bukit (682 M) menyebutkan nama Dapunta Hyang, dan Prasasti Talang Tuo (684 M) memperjelasnya sebagai Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua prasasti ini adalah penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap raja ataupun pemimpin Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Kota Kapur (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan Belitung, bahkan sampai ke Lampung. 

Bukti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa bahkan mencoba melancarkan ekspedisi militer untuk menyerang Jawa yang dianggap tidak mau mengabdi kepada kaisar Sriwijaya, peristiwa ini terjadi kira-kira bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat dan Kerajaan Huling (Kalinga) di Jawa Tengah bisa saja terjadi akibat serangan Sriwijaya.

Kemunduran Kerajaan Sriwijaya


Balapputradiwa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak kejayaannya. Namun Sriwijaya pada dasarnya menjadi saksi puncak kekuasaan hingga generasi Sri Marawijaya. 

Hal ini dikarenakan raja-raja penerus mereka sibuk berperang dengan Jawa pada tahun 922 M dan 1016 M, dan menyusul Kerajaan Kola pada tahun 1017 dan 1025 dan berhasil menangkap raja Sri Sangramwijaya. Pada masa pemerintahan Balaputradiwa hingga Sri Marawijaya, Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan utama antara India dan Tiongkok.

Dan kemunduran Sriwijaya tidak lain karena adanya tiga kali serangan oleh Kerajaan Cola yang melemahkan kekuasaannya di Selat Malaka. Hal ini membuat muncul kekuatan-kekuatan lain untuk menggantikannya. 

Pada tahun 1082 jambi mengirimkan utusannya sendiri kenegara Cina. Memasuki abad ke-13 muncul kerajaan di Sumatera kembali menguasai wilayah selat tersebut, namun para ahli menyatakan bahwa kerajaan tersebut adalah Melayu Dharmasraya yang didukung oleh Ekspedisi Pamalayu dari Singasari yang tercatat dalam kitab Pararaton.

Demikian penjelasan tentang Sejarah Kerajaan Islam Sriwijaya yang Tertua diSumatera seperti yang dilansir alexistogel, semoga bermanfaat.